Di sebuah desa kecil yang terletak di pedalaman, dikelilingi oleh hutan lebat dan sawah yang membentang luas, hiduplah seorang pemuda bernama Arya. Arya bukanlah pemuda biasa. Ia dikenal di desanya sebagai seorang yang sangat taat beribadah, rendah hati, dan selalu menolong siapa pun tanpa memandang bulu. Meskipun keluarganya bukanlah keluarga kaya, Arya selalu menyisihkan sedikit uang yang ia punya untuk bersedekah kepada tetangga yang membutuhkan.
Desa tempat Arya tinggal memiliki tradisi yang sangat kental dengan nuansa mistis. Cerita-cerita tentang makhluk halus, arwah gentayangan, dan penunggu hutan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari penduduk desa. Namun, Arya tidak terlalu memikirkan hal-hal tersebut. Baginya, selama ia taat beribadah dan berbuat baik, tak ada yang perlu ditakuti. Ketenangan batinnya membuat ia tampak seperti orang yang selalu damai, bahkan dalam situasi sulit sekalipun.
Suatu hari, sebuah kejadian misterius terjadi di desa itu. Seorang pemuda lain, bernama Wira, yang terkenal dengan tabiat buruknya, ditemukan tewas secara mengenaskan di tepi hutan. Warga desa geger, banyak yang meyakini bahwa kematian Wira adalah ulah dari “penunggu hutan,” sosok gaib yang konon suka mengambil nyawa orang-orang yang berbuat dosa di desanya. Namun, Arya tetap tenang. Ia tak mudah percaya dengan cerita-cerita semacam itu.
Meski begitu, Arya tetap merasa iba dengan nasib Wira. Ia mengajak beberapa pemuda desa lainnya untuk membantu menguburkan jenazah Wira dengan cara yang layak, meski banyak yang enggan karena takut akan kutukan dari penunggu hutan. Arya percaya, setiap orang yang telah meninggal, seburuk apa pun kehidupannya, berhak mendapatkan penghormatan terakhir. Setelah pemakaman Wira, Arya tak menyangka bahwa hidupnya akan berubah selamanya.
Beberapa malam setelah pemakaman Wira, Arya mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Ia sering kali merasa diawasi, terutama saat ia berada di rumah sendirian. Suara-suara aneh seperti bisikan lirih mulai terdengar dari sudut-sudut gelap rumahnya. Namun, setiap kali ia memeriksa, tak ada seorang pun di sana. Arya berusaha tetap tenang dan memperbanyak ibadah, yakin bahwa segala bentuk gangguan itu hanya ujian dari Tuhan.
Namun, keanehan semakin menjadi-jadi. Pada suatu malam, Arya bermimpi berada di tengah hutan desa. Dalam mimpinya, ia berjalan sendirian, ditemani hanya oleh suara langkah kakinya yang bergema di antara pepohonan. Di kejauhan, ia melihat sosok yang familiar—Wira. Wira tampak pucat, dengan mata yang kosong, berdiri tak bergerak di bawah sebatang pohon besar. Arya mencoba mendekat, tetapi Wira tidak memberikan respons apa pun.
Kemudian, dengan suara yang terdengar jauh dan berat, Wira berkata, “Kau telah menolongku, Arya. Tapi ada yang datang untukmu.”
Arya terbangun dengan tubuh basah oleh keringat dingin. Hatinya terasa tidak tenang. Mimpi itu begitu nyata, seolah-olah Wira benar-benar berbicara dengannya. Ia tak tahu apa maksud dari kata-kata Wira, tapi ia merasa sesuatu yang besar dan berbahaya sedang mendekat.
Beberapa hari kemudian, penduduk desa mulai membicarakan tentang penampakan aneh di sekitar hutan. Beberapa orang mengaku melihat sosok bayangan besar yang bergerak cepat di antara pepohonan, sementara yang lain mendengar suara tangisan perempuan dari arah hutan saat malam tiba. Arya tahu, desa mereka selalu dikelilingi oleh cerita-cerita mistis, namun kali ini ia merasakan ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih mengancam.
Satu malam, ketika Arya sedang dalam perjalanan pulang dari masjid usai shalat Isya, ia memutuskan untuk mengambil jalan pintas melalui pinggiran hutan. Jalan itu jarang dilalui orang, terutama saat malam, karena penduduk desa percaya bahwa daerah tersebut angker. Namun, Arya tidak gentar. Ia mempercayakan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan.
Namun, saat ia hampir sampai di tengah-tengah jalan setapak itu, angin tiba-tiba berhenti berembus. Suasana yang semula tenang berubah mencekam. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, dan Arya mendengar sesuatu—sebuah suara aneh, seperti langkah kaki yang menyeret. Ia menghentikan langkahnya dan mencoba mendengarkan lebih jelas.
Tiba-tiba, dari balik semak-semak, muncul sosok gelap yang tak bisa ia kenali. Sosok itu melayang, dengan wujud menyerupai manusia, tapi tak memiliki kaki. Wajahnya tertutup rambut panjang yang kusut. Suara langkah yang menyeret itu semakin dekat, dan sosok tersebut mendekat dengan perlahan. Arya merasakan jantungnya berdegup kencang, tapi ia tak ingin lari. Dalam hati, ia mulai melafalkan doa-doa yang selama ini ia hafal, memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa.
Sosok itu berhenti tepat di depan Arya. Ketika wajahnya yang menyeramkan mulai terlihat, tiba-tiba sosok itu membuka mulutnya dan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga. Arya jatuh tersungkur, merasa seluruh tubuhnya lumpuh oleh ketakutan. Dalam keadaan setengah sadar, ia masih mencoba melafalkan doa, meski bibirnya terasa kaku dan suaranya nyaris tak keluar.
Kemudian, sosok itu berbicara dengan suara yang berat dan serak. “Kau bukan orang yang kucari,” katanya. “Tapi mereka yang datang setelahmu akan tahu apa itu ketakutan sejati.”
Setelah itu, sosok tersebut menghilang begitu saja, seolah ditelan oleh kegelapan malam. Arya yang masih tergeletak di tanah, merasakan tubuhnya mulai kembali pulih. Ia segera berdiri dan berlari secepat mungkin menuju rumah. Malam itu, ia tak bisa tidur, pikirannya dipenuhi oleh kejadian yang baru saja ia alami.
Keesokan harinya, Arya memutuskan untuk berbicara dengan sesepuh desa. Pak Darsa, seorang lelaki tua yang dikenal memiliki pengetahuan mendalam tentang hal-hal gaib, mendengarkan cerita Arya dengan seksama. Setelah mendengar seluruh kejadian, Pak Darsa berkata, “Arya, kau telah melakukan hal yang benar dengan menolong Wira. Namun, ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mengintai desa ini. Arwah-arwah yang tak tenang berkeliaran, mencari jalan untuk pergi ke alam mereka. Kau telah disentuh oleh dunia mereka, tapi niat baikmu akan melindungimu.”
Pak Darsa menyarankan Arya untuk melakukan tirakat, berpuasa dan memperbanyak ibadah selama beberapa hari. Menurut Pak Darsa, hanya dengan cara itu Arya bisa mendapatkan perlindungan penuh dari gangguan makhluk gaib. Arya mengikuti saran itu dengan penuh keyakinan, meski ia tahu bahwa ancaman yang ia hadapi bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng.
Selama beberapa hari, Arya menjalani tirakat dengan sungguh-sungguh. Setiap malam, ia merasa semakin tenang, dan gangguan-gangguan aneh yang sebelumnya sering ia alami mulai berkurang. Hingga pada malam terakhir tirakatnya, Arya bermimpi lagi. Kali ini, Wira kembali datang dalam mimpinya. Namun kali ini, Wira tampak lebih tenang dan tersenyum.
“Kau telah menolongku, Arya,” kata Wira. “Kini, aku bisa pergi dengan tenang. Terima kasih.”
Arya terbangun dari mimpinya dengan perasaan damai. Ia merasa bahwa tugasnya telah selesai. Dan meskipun perjalanan hidupnya penuh dengan tantangan, ia yakin bahwa selama ia berpegang teguh pada kebaikan dan keimanan, tak ada yang bisa menjerumuskannya ke dalam ketakutan yang abadi.
Arya meninggal dunia beberapa tahun kemudian, dengan husnul khotimah. Masyarakat desa mengenangnya sebagai sosok yang luar biasa, seorang pemuda yang tak hanya berbuat baik pada sesama manusia, tapi juga pada makhluk-makhluk lain yang tak kasat mata.