Kabupaten Situbondo terletak di pesisir utara Pulau Jawa, tepatnya di Provinsi Jawa Timur. Wilayah ini memiliki sejarah panjang yang mencakup pengaruh kerajaan-kerajaan besar, kolonialisme, hingga perjuangan kemerdekaan. Sebagai salah satu kabupaten yang strategis, Situbondo menjadi bagian penting dari dinamika politik, ekonomi, dan sosial di kawasan timur Jawa. Artikel ini akan menjelajahi sejarah Situbondo secara lebih rinci, mulai dari masa kuno hingga era modern, termasuk peristiwa-peristiwa penting yang membentuk daerah ini.
1. Masa Pra-Kolonial: Pengaruh Kerajaan Hindu-Buddha
Sebelum kedatangan pengaruh Islam dan penjajahan kolonial, Situbondo telah menjadi bagian dari jaringan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Pada masa ini, Situbondo termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit (1293–1527), kerajaan maritim besar yang menguasai sebagian besar wilayah Nusantara. Keberadaan Situbondo sebagai daerah strategis di pesisir utara Jawa membuatnya menjadi jalur perdagangan penting bagi Majapahit. Pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pesisir Situbondo digunakan untuk perdagangan rempah-rempah, hasil pertanian, dan barang-barang lainnya yang diekspor ke berbagai wilayah.
Majapahit bukan satu-satunya kerajaan yang mempengaruhi perkembangan wilayah ini. Sebelum kekuasaan Majapahit, Kerajaan Singasari (1222–1292) dan Kadiri (1042–1222) juga diperkirakan memiliki pengaruh di Situbondo. Namun, jejak arkeologis yang ditemukan di Situbondo umumnya lebih mengarah pada periode Majapahit, terutama dengan ditemukannya beberapa peninggalan candi dan artefak Hindu-Buddha.
Pengaruh kerajaan Blambangan yang terletak di ujung timur Pulau Jawa juga sangat kuat, terutama setelah runtuhnya Majapahit. Blambangan merupakan kerajaan Hindu terakhir di Jawa Timur yang tetap bertahan hingga abad ke-18. Selama periode ini, Situbondo menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Blambangan, terutama sebagai wilayah pertahanan terhadap serangan kerajaan Islam dari pesisir utara Jawa.
2. Masa Islamisasi: Pengaruh Kerajaan Demak dan Mataram
Masuknya agama Islam ke wilayah Situbondo diperkirakan terjadi pada abad ke-15, bersamaan dengan perkembangan Kerajaan Demak (1475–1548), yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Pada masa ini, pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa, termasuk Situbondo, menjadi pusat penyebaran agama Islam melalui perdagangan dan dakwah oleh para ulama dan pedagang dari Timur Tengah dan Gujarat.
Setelah runtuhnya Demak, wilayah Jawa Timur, termasuk Situbondo, masuk dalam pengaruh Kesultanan Mataram (1587–1755) yang berpusat di Yogyakarta. Mataram berusaha memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah pesisir Jawa Timur dan sering kali terlibat konflik dengan kerajaan Hindu Blambangan yang masih eksis di ujung timur Jawa. Di bawah pengaruh Mataram, Situbondo mulai mengadopsi budaya Islam yang lebih intensif, dan beberapa pondok pesantren tradisional mulai berdiri sebagai pusat pendidikan Islam.
3. Masa Kolonial Belanda
Kehadiran kolonial Belanda di wilayah Situbondo dimulai pada abad ke-18 ketika Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mulai menguasai pelabuhan-pelabuhan strategis di pesisir utara Jawa. Pada tahun 1767, VOC secara resmi menguasai wilayah Blambangan, termasuk Situbondo. Penaklukan ini menandai dimulainya dominasi kolonial Belanda di Situbondo yang berlangsung hingga awal abad ke-20.
Pada masa kolonial, Situbondo menjadi salah satu daerah penting bagi Belanda, terutama sebagai wilayah penghasil produk perkebunan seperti tebu. Pada abad ke-19, banyak perkebunan tebu dan pabrik gula didirikan di Situbondo. Pembangunan pabrik-pabrik ini diikuti dengan pengenalan sistem kerja paksa atau tanam paksa (cultuurstelsel) yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Rakyat pribumi dipaksa menanam komoditas tertentu, seperti tebu, untuk diekspor ke pasar Eropa.
Salah satu pabrik gula tertua yang masih berdiri hingga sekarang adalah Pabrik Gula Olean yang dibangun pada tahun 1846. Pabrik ini merupakan salah satu saksi sejarah penting dari era kolonial di Situbondo. Hingga saat ini, pabrik tersebut masih beroperasi dan menjadi salah satu peninggalan bersejarah yang menarik di Situbondo.
Selain pabrik gula, Belanda juga membangun infrastruktur penting seperti jalur kereta api yang menghubungkan Situbondo dengan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Jalur kereta api ini tidak hanya berfungsi untuk mengangkut hasil perkebunan, tetapi juga digunakan sebagai sarana transportasi utama bagi penduduk setempat.
4. Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia, termasuk Situbondo. Pendudukan Jepang berlangsung selama tiga tahun (1942-1945), namun dampaknya sangat besar bagi masyarakat Situbondo. Jepang memperkenalkan sistem kerja paksa yang dikenal sebagai “romusha,” di mana penduduk lokal dipaksa bekerja dalam proyek-proyek militer Jepang. Banyak penduduk Situbondo yang dipekerjakan di luar daerah, bahkan hingga luar pulau, dalam kondisi yang sangat buruk. Banyak di antara mereka yang meninggal karena kelaparan, penyakit, dan perlakuan keras dari tentara Jepang.
Selama masa pendudukan Jepang, aktivitas politik dan perlawanan terhadap penjajahan juga mulai berkembang di Situbondo. Masyarakat lokal mulai menyadari pentingnya kemerdekaan dan banyak di antara mereka yang terlibat dalam gerakan-gerakan bawah tanah yang menentang pendudukan Jepang.
5. Masa Perjuangan Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, masyarakat Situbondo turut berjuang mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia. Pada masa ini, Situbondo menjadi medan pertempuran penting dalam mempertahankan kemerdekaan, khususnya selama Agresi Militer Belanda I dan II.
Salah satu tokoh penting dalam perjuangan di Situbondo adalah Bung Karno, seorang ulama dan pejuang kemerdekaan dari Situbondo yang terlibat aktif dalam pertempuran melawan pasukan Belanda. Perlawanan rakyat Situbondo tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam diplomasi dan pergerakan politik.
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949, Situbondo menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia dan mulai membangun infrastruktur serta sistem pemerintahan yang lebih modern.
6. Era Orde Baru: Pembangunan dan Konflik Sosial
Pada masa Orde Baru, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Situbondo mengalami pembangunan yang pesat, terutama dalam bidang infrastruktur dan ekonomi. Pemerintah membangun banyak jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan di Situbondo. Pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mempercepat proses modernisasi di daerah-daerah pedesaan.
Namun, meskipun pembangunan infrastruktur meningkat, Situbondo juga menghadapi masalah sosial yang kompleks. Salah satu peristiwa penting yang terjadi adalah kerusuhan sosial pada tahun 1996. Kerusuhan ini dipicu oleh konflik antaragama dan ketidakpuasan sosial yang melibatkan masyarakat Situbondo. Banyak tempat ibadah, rumah, dan fasilitas umum yang rusak dalam kerusuhan tersebut. Peristiwa ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah sosial Situbondo menjelang runtuhnya rezim Orde Baru.
7. Situbondo di Era Reformasi dan Masa Kini
Setelah runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era Reformasi dengan sistem pemerintahan yang lebih demokratis dan desentralisasi yang lebih besar. Situbondo, seperti daerah-daerah lain di Indonesia, memperoleh otonomi daerah yang lebih luas, memungkinkan pemerintah daerah untuk lebih mandiri dalam mengelola sumber daya dan potensi lokal.
Sektor ekonomi Situbondo terus berkembang, terutama di bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan. Produk-produk pertanian seperti jagung, padi, dan tebu masih menjadi komoditas utama di Situbondo. Selain itu, sektor perikanan juga berkembang pesat karena letaknya yang berada di pesisir Selat Madura.
Dalam bidang pariwisata, Situbondo mulai mengembangkan potensi wisata alamnya, terutama melalui promosi Taman Nasional Baluran yang sering disebut sebagai “Afrika van Java.” Pantai Pasir Putih juga menjadi salah satu destinasi wisata populer, menarik wisatawan dari berbagai daerah. Pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan infrastruktur dan promosi pariwisata guna menarik lebih banyak pengunjung dan meningkatkan pendapatan daerah.
Kesimpulan
Sejarah Kabupaten Situbondo mencerminkan perjalanan panjang masyarakat yang mengalami berbagai fase perkembangan dari masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha,