Toklean, Situbondo – Mahasiswa KKN Universitas Jember Kelompok 211 mengadakan kegiatan pelatihan pembuatan briket dari sampah organik dan demonstrasi penggunaan Alat Peraga Edukasi (APE) bersama masyarakat desa Tokelan. Diawali tanggal 22 juli 2024 Mahasiswa KKN melakukan pengenalan tentang pentingnya pengolahan sampah organik dan bagaimana sampah tersebut dapat menjadi briket arang yang bermanfaat sebagai bahan bakar alternatif.
Sosialisasi yang diberikan oleh mahasiswa KKN universitas Jember yaitu mengenai Proses Pembuatan dan Pelatihan Briket Arang dari bonggol jagung dan daun kering kepada masyarakat desa Tokelan khususnya bapak-bapak, mahasiswa KKN mengangkat topik tersebut dikarenakan masyarakat desa Tokelan mayoritas masyarakatnya sebagai petani salah satunya petani jagung, dalam sosialisasi tersebut mahasiswa KKN menjelaskan mulai dari proses pembuatan briket arang seperti bahan baku apa saja yang dibutuhkan hingga menjadi briket arang yang siap digunakan, adapun beberapa langkah yang perlu diperhatikan selama proses pembuatan seperti pengumpulan bonggol jagung dan daun kering yang akan digunakan.
Pembuatan briket arang juga membutuhkan proses penghancuran, hal ini dapat mempermudah proses pencampuran dalam pembentukan briket, selanjutnya dilakukan pengeringan apabila bahan yang digunakan masih basah atau lembab supaya memiliki performa pembakaran yang awet dan baik serta dapat tahan 1-2 jam. Kemudian pembuatan campuran bahan seperti tepung tapioka, pastikan menyatu dengan baik supaya tidak mudah hancur, dan penambahan air yang sudah mendidih secukupnya hingga adonan memiliki adonan yang tepat ketika proses pencetakan. “Jadi ketahanan lamanya apabila menggunakan briket arang bisa bertahan 2 jam ya mas?,” ujar Arip, Perangkat Desa Tokelan kepada KKN UMD Universitas Jember Kelompok 211.
Pencetakan briket dapat dibentuk sesuai dengan yang diinginkan dalam berbagai bentuk dan ukuran, setelah dicetak dapat dilakukan pengeringan briket yang dapat dilakukan secara alami di bawah sinar matahari langsung atau menggunakan oven pengering. “Proses pengeringan briket arang ini jadi tergantung sinar matahari ya mas dan bisa kering hanya dalam waktu kurang dari 24 jam apabila cuaca cerah,” ungkap ketua BPD pada saat proses pelatihan briket arang.
Pemanasan dan pengujian kualitas juga sangat penting dalam proses pembuatan briket arang termasuk kepadatan, serta kemampuan dalam proses pembakaran. “Jadi intinya bahan yang dapat digunakan dalam proses pembuatan briket ini bahan organik seperti daun kering, bonggol jagung, kayu atau ranting-ranting yang sudah mengering, tepungnya harus tapioka, dan perbandingan tapioka dengan arangnya harus 1 banding 3, serta campuran airnya menyesuaikan tepungnya hingga menjadi kental banget” ujar salah satu anggota BPD pada saat proses pelatihan briket arang.
Selain pelatihan pembuatan briket, mahasiswa KKN juga menyelenggarakan demonstrasi penggunaan Alat Peraga Edukasi (APE) di TK PGRI 8 Panji, Senin (29/07/2024). Alat Peraga Edukasi (APE) dibuat dari bahan bekas anorganik seperti kardus, botol plastik, stik bekas dan juga kertas. Mahasiswa KKN membuat 3 Alat Peraga Edukasi (APE) yaitu papan angka, kincir angin angka dan juga labirin kardus.
Demonstrasi ini bertujuan untuk mengajarkan ibu guru dan juga anak – anak tentang pentingnya mendaur ulang, kreativitas dalam memanfaatkan barang bekas menjadi hal yang berguna. Mahasiswa KKN kelompok 211 pada kegiatan ini juga melakukan pendampingan kepada anak-anak TK dalam menggunakan Alat Peraga Edukasi (APE). Alat-alat peraga yang diperlihatkan mencakup alat bantu belajar untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan motorik anak-anak. Kegiatan ini disambut dengan baik oleh para guru TK PGRI 8 Panji. “Kegiatan ini sangat penting mbak untuk zaman sekarang dan juga mengedukasi para ibu-ibu, di mana anak-anak zaman sekarang cenderung diberi main hp,” ujar perwakilan guru TK PGRI 8 Panji.
Kegiatan ini didukung oleh perangkat desa dan memberikan wawasan baru bagi masyarakat desa Tokelan mengenai cara pengelolaan sampah yang efektif dan kreatif, serta mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Masyarakat berpartisipasi aktif, menunjukkan antusiasme dan minat yang tinggi dalam kegiatan ini.